Langsung ke konten utama

EFEKTIFITAS MEDIA SOSIAL

EFEKTIFITAS MEDIA SOSIAL




 Malam itu, sepasang suami istri, Pak Slamet dan Bu Maryani terlihat sedang bertengkar. Jeritan histeris Bu Maryani ditambah dengan teriakan marah dari nada suara Pak Budi membuat beberapa tetangga ada yang hanya menonton dari dalam rumah, ada yang tidak peduli, dan ada juga yang keluar rumah untuk melerai pertengkaran hebat antara suami dan istri tersebut.


“Kau tidak tahu diri, kau tidak tahu malu, kau pengkhianat. Kau ingkar janji dan komitmen pernikahan kita, kau pengkhianat” teriak Pak Slamet dengan marah sambil menunjuk-nunjuk wajah istrinya.


“Maaf, maaf,

 saya minta maaf, mas. 

Saya khilaf,” 

kata Bu Maryani sambil menangis.


“Apa salahku sehingga kamu melakukan tindakan tercela seperti ini. Apa salah dan dosaku padamu?” tanya Pak Slamet dengan nada sedih.

Dalam pertengkaran hebat, Pak Slamet yang merasa dikhianati oleh istrinya sendiri hampir ingin menggunakan kekerasan dengan mengambil kayu untuk memukul istrinya yang berselingkuh dengan pria lain, untungnya Pak Soni sebagai tokoh masyarakat pandai melerai amarah.


Akhirnya, puncak dari pertengkaran suami istri yang sudah lebih dari sepuluh tahun berumah tangga harus bercerai.


Pak Slamet terluka dan sangat kecewa dan malu dengan perbuatan istrinya, sehingga Pak Slamet secara emosional memilih untuk menceraikan istrinya. 


Kisah cinta dan kasih sayang yang mereka miliki sejak pertama kali bertemu, sejak tunangan, hingga pernikahan kini hanya tinggal kenangan pahit, menjadi bayangan di benak yang menyakitkan dan menciptakan luka batin yang membutuhkan waktu cukup lama untuk sembuh.


Yang lebih menyedihkan lagi adalah Syahril, anak pertama mereka. Pengalaman pahit itu harus ia rasakan sejak ia masih berusia 15 tahun.

“Sayang sekali, 

padahal mereka serasi menurutku. Sama-sama berpendidikan, sama-sama rupawan. 


Tapi, tidak ada yang tahu nasib manusia.” kata Pak Ilham saat nongkrong di warung kopi


“Apa yang menyebabkan mereka bertengkar hingga akhirnya bercerai, ya?” Yusuf bertanya dengan rasa ingin tahu


“Kata orang gara-gara istrinya selingkuh,” jawab Bu Mega, pemilik warung kopi

“Selingkuh bagaimana ceritanya?” tanya Yusuf kembali

“Akibat sering curhat di media sosial. Saya juga kurang tahu lebih detailnya gimana. Yang saya tahu sih intinya istrinya pak Slamet itu selingkuh dengan kenalan di media sosial,” jawab Bu Mega.

“Akhir-akhir ini banyak kasus perceraian karena perselingkuhan di media sosial yang awalnya hanya sebatas curhat. 


Banyak juga laki-laki yang terjerat dalam perselingkuhan di media sosial ini,” kata Nono yang dari tadi asyik mendengarkan


“Kemajuan teknologi selain memberikan kemudahan juga cukup mengkhawatirkan” ucapku yang dari tadi ingin berkomentar


“Segala sesuatu di sekitar kita dapat mempengaruhi perilaku. Efek media sosial secara perlahan mengubah kehidupan anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua.


Tak sedikit dari mereka yang menjadi sasaran empuk berbagai macam konten yang bertebaran di media sosial. Mulai dari konten pernikahan, konten makanan, konten pakaian, dan konten gaya hidup.” Kata Pak Burhan yang merupakan seorang guru sekolah.


“Saya sangat setuju, Pak. Saya sendiri melihat ada keinginan yang terpendam bergejolak dari orang tua yang kini pecah tanpa pengendalian diri. Secara psikologis, anak dimobilisasi untuk menjadi dewasa tidak pada waktu yang tepat. Tak terkecuali efektivitas media sosial. mempengaruhi kesehatan mental” kataku

“Makanya kamu jangan curhat setelah kamu menikah nanti” kata Yusuf kepadaku
“Curhat hal yang wajar. Kalaupun ada masalah, jangan disembunyikan, harus dikatakan. Yang terpenting kita harus bisa memilih dengan bijak; kapan, di mana, dan kepada siapa kita harus mencurahkan isi hati atau permasalahan hidup” Sanggahku.

Suara adzan Maghrib dari beberapa masjid membuat percakapan kami terhenti dan kembali ke rumah masing-masing untuk sholat.



Pesan Moral: Bicarakan semua masalah kepada orang baik, di tempat yang baik, dan pada waktu yang tepat




Salam Literasi .....

Atimah,S,Pd

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTARA MASA DEPAN DAN KELUARGA

    Antara Masa Depan dan Keluarga Ini adalah sepenggal cerita sedih shinta ,yang mengakhiri dunia perkuliahan karena terkendala biaya. Ini terjadi pada diri saya di awal tahun 2012 silam. Shinta adalah Mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri diJakarta, dan memfokuskan diri pada jurusan Manajemen . Entah kenapa, sejak kecil Shinta sangat mendambakan untuk bisa memegang gelar Sarjana Ekonomi. Namun semua realita tidak berjalan sesuai harapan, dia mendapati suatu kendala yang tak bisa dipungkiri, dan mengharuskanku untuk menerima semuanya dengan lapang dada. Ya, masih masalah klasik, yakni Biaya. Kendala terbesar bukan di situ, namun keadaan kesehatan sang Ayah di kampung yang kian memburuk dari hari ke hari. Keuangan yang ada semakin menipis karena totalitas dialihkan untuk biaya pengobatan beliau. Kisah bermula ketika tiba saatnya untuk membayar uang semester, yang seingat aku berjumlah Rp.3.800.000,- / 6 bulan. 1 minggu sebelum ambang pembatasan berakhir, ibu menelpon...

IMPIAN IBU

  Namaku Ayu , seorang mahasiswi jurusan Keperawatan di salah satu Universitas Negeri di Indonesia. Dari kecil, aku bercita-cita menjadi orang yang berguna bagi banyak orang, yakni menjadi Dokter. Saya baru tamat SMA tahun ini dan Alhamdulillah diterima di kampus favoritku. Kedua orangtua, keluarga dan family juga sangat mendukung cita-citaku tersebut, yang tentunya menambah semangat bagiku. Perkuliahan akan dimulai Minggu depan, semua persiapan sudah lengkap, begitu juga dengan sewa kontrakan. Suatu hari, ibu mengajakku ke rumah nenek yang berada tidak jauh dari rumahku. “Ayu, nanti siang kita ke rumah nenekmu ya..”  Ucap ibu. “Baik bu, memangnya ada apa ya..?”  Tanyaku. “Nenek katanya mau ketemu sama kamu..”  jawab ibu. “Baik bu..”  tutupku. Sesampainya di rumah nenek, aku dan ibu ditawarkan berbagai makanan dan minuman yang dibuat langsung oleh beliau. Kami bertiga berbincang beberapa saat. Tiba-tiba, nenek mulai membuka obrolan mengenai perkukiahanku. “Ayu, ...

MENGENAL PENERBIT INDIE

  MENGENAL PENERBIT INDIE Pertemua kali ini memasuki resume ke tujuhbelas di BM 26 seperti biasa pemateri dan moderator memperkenalkan diri  narasumber kita kali ini bapak Mukminin .YUK KITA SIMAK PROFIL BELIAU : https://cakinin.blogspot.com/2020/10/curiculum-vitae.html Pada zaman melinial ini semua orang bisa menulis dan menerbitkan buku. Baik sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai, guru, dosen, maupun wiraswasta. Menulis dan menerbitkan buku itu mudah, tidak serumit yang kita bayangkan. Apalagi sebagai seorang guru pasti bisa menulis baik fiksi maupun karya ilmiah. Guru memiliki banyak kisah dan pengalaman inspiratif yang perlu kita tulis dan terbitkan sehingga bermanfaat bagi orang lain/ pembaca. Menulis itu butuh ketekunan dan perjuangan. Selain itu, perlu juga tekad dan motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis. Tahapan Cara Menulis dan Menerbitkan buku Seorang yang ingin  bisa menulis dan menerbitkan buku, maka perlu memahami tahapan menerbitkan bu...