Langsung ke konten utama

SAHABAT PENA

 


Stephanie  adalah siswa  SD disalah satu sekolah swasta di Jakarta. Aku punya seorang teman bernama  Gusmitasari yang kebetulan satu kelas dan bertetanggaan rumah. Aku dan dia sudah bersahabat sejak masih kanak-kanak.


Hari ini, sekolahku mengadakan Ujian Semester Genap. Aku  yang sekarang kelas 5 akan memasuki kelas 6. Ujian ini merupakan penentu apakah naik kelas atau tidak.

Pagi harinya, aku mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan, setelah semua selesai, aku pergi ke rumah Gusmitasari dan berangkat ke sekolah bersama-sama. Sesampainya di sekolah, tidak lama kemudian lonceng pun berbunyi.

Sebelum ujian dimulai, aku melihat Gusmitasari  begitu sibuk dan tampak sedikit panik sambil membuka dan mengeluarkan seluruh isi tasnya. Akupun bertanya..

“Mita, kamu kenapa? Ini ujian udah mau dimulai loh..” tanyaku.

“Gawat Fan, aku lupa bawa pensil, gimana nih..?” Keluhnya.

“Waduh, kok kamu lalai banget sih Mit, udah jelas-jelas pensil itu persyaratan

utama, eh malah lupa bawa. Gini aja, kamu coba izin ke guru pengawas untuk keluar sebentar membeli pensil..” jawabku.

“Oke Jel, aku coba dulu.. Buk, boleh izin sebentar untuk membeli pensil gak buk? Aku lupa bawa buk..” gumam Mita.

“Maaf nak, tidak boleh ada yang keluar lagi. Ibuk sudah memberi banyak waktu untuk mempersiapkan segala hal, jika ada yang lupa / tertinggal, itu sudah risiko dan hukuman atas kelalaian Kelian..” jawab ibu guru.

Mendengar jawaban guru pengawas, Mita terlihat semakin panik dan mukanya tampak bersedih. Aku pun segera mencari inisiatif dan jalan keluar.

“Mita, kamu punya pisau cutter gak? Pinjam bentar..” kataku.

“Punya Jel, nih, emang buat apa..?” Tanyanya.

“Ada deh..” ujarku.

Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung memotong pensil 2b  milikku untuk kemudian aku bagi hasil potongan itu kepadanya.

“Mita, Mit, ambil potongan pensil aku aja, gapapa kok, daripada kamu disuruh keluar dan gak dibolehin ikut ujian..” tawarku.

Aku melihat Mita sangat senang mendapat tawaran dan segera mengambil serta meraut pensil pemberianku tersebut. Dengan senang hari, Mita pun mengucapkan terima kasih.


“Waduh, makasih banyak ya Fan, untung ada kamu yang selalu mau dan sukarela membantu, kamu emang sahabat terbaik, sekali lagi makasih banyak ya Fan..?” jawabnya.

“Oke Mita, gapapa, santai aja..” tuntasku.

Akhirnya Aku dan Mita serta semua teman-teman memulai ujian dengan tenang hingga selesai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTARA MASA DEPAN DAN KELUARGA

    Antara Masa Depan dan Keluarga Ini adalah sepenggal cerita sedih shinta ,yang mengakhiri dunia perkuliahan karena terkendala biaya. Ini terjadi pada diri saya di awal tahun 2012 silam. Shinta adalah Mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri diJakarta, dan memfokuskan diri pada jurusan Manajemen . Entah kenapa, sejak kecil Shinta sangat mendambakan untuk bisa memegang gelar Sarjana Ekonomi. Namun semua realita tidak berjalan sesuai harapan, dia mendapati suatu kendala yang tak bisa dipungkiri, dan mengharuskanku untuk menerima semuanya dengan lapang dada. Ya, masih masalah klasik, yakni Biaya. Kendala terbesar bukan di situ, namun keadaan kesehatan sang Ayah di kampung yang kian memburuk dari hari ke hari. Keuangan yang ada semakin menipis karena totalitas dialihkan untuk biaya pengobatan beliau. Kisah bermula ketika tiba saatnya untuk membayar uang semester, yang seingat aku berjumlah Rp.3.800.000,- / 6 bulan. 1 minggu sebelum ambang pembatasan berakhir, ibu menelpon...

IMPIAN IBU

  Namaku Ayu , seorang mahasiswi jurusan Keperawatan di salah satu Universitas Negeri di Indonesia. Dari kecil, aku bercita-cita menjadi orang yang berguna bagi banyak orang, yakni menjadi Dokter. Saya baru tamat SMA tahun ini dan Alhamdulillah diterima di kampus favoritku. Kedua orangtua, keluarga dan family juga sangat mendukung cita-citaku tersebut, yang tentunya menambah semangat bagiku. Perkuliahan akan dimulai Minggu depan, semua persiapan sudah lengkap, begitu juga dengan sewa kontrakan. Suatu hari, ibu mengajakku ke rumah nenek yang berada tidak jauh dari rumahku. “Ayu, nanti siang kita ke rumah nenekmu ya..”  Ucap ibu. “Baik bu, memangnya ada apa ya..?”  Tanyaku. “Nenek katanya mau ketemu sama kamu..”  jawab ibu. “Baik bu..”  tutupku. Sesampainya di rumah nenek, aku dan ibu ditawarkan berbagai makanan dan minuman yang dibuat langsung oleh beliau. Kami bertiga berbincang beberapa saat. Tiba-tiba, nenek mulai membuka obrolan mengenai perkukiahanku. “Ayu, ...

MENGENAL PENERBIT INDIE

  MENGENAL PENERBIT INDIE Pertemua kali ini memasuki resume ke tujuhbelas di BM 26 seperti biasa pemateri dan moderator memperkenalkan diri  narasumber kita kali ini bapak Mukminin .YUK KITA SIMAK PROFIL BELIAU : https://cakinin.blogspot.com/2020/10/curiculum-vitae.html Pada zaman melinial ini semua orang bisa menulis dan menerbitkan buku. Baik sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai, guru, dosen, maupun wiraswasta. Menulis dan menerbitkan buku itu mudah, tidak serumit yang kita bayangkan. Apalagi sebagai seorang guru pasti bisa menulis baik fiksi maupun karya ilmiah. Guru memiliki banyak kisah dan pengalaman inspiratif yang perlu kita tulis dan terbitkan sehingga bermanfaat bagi orang lain/ pembaca. Menulis itu butuh ketekunan dan perjuangan. Selain itu, perlu juga tekad dan motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis. Tahapan Cara Menulis dan Menerbitkan buku Seorang yang ingin  bisa menulis dan menerbitkan buku, maka perlu memahami tahapan menerbitkan bu...